Motor listrik sedang mengalami lonjakan popularitas luar biasa di Asia Tenggara, kawasan yang secara tradisional didominasi oleh sepeda motor bermesin bakar. Peningkatan ini didorong oleh kekhawatiran polusi udara di kota-kota padat dan insentif dari pemerintah untuk transisi energi. Pertarungan dominasi pasar kini terjadi antara merek lokal yang gesit dan raksasa otomotif internasional yang lambat beradaptasi.
Merek-merek lokal seperti Viar (Indonesia) atau VinFast (Vietnam) seringkali lebih cepat dalam memahami kebutuhan pasar regional: motor yang ringkas, murah, dan dapat menempuh jarak pendek hingga menengah dengan mudah. Mereka juga lebih responsif terhadap kebijakan lokal, seperti skema subsidi pemerintah, yang membuat harga motor listrik mereka sangat menarik bagi konsumen menengah.
Di sisi lain, raksasa internasional seperti Honda atau Yamaha, meskipun memiliki sumber daya dan reputasi kualitas yang superior, terkesan lambat dalam mengeluarkan model motor listrik yang dapat bersaing di pasar Asia Tenggara yang sangat sensitif terhadap harga. Mereka masih berfokus pada pasar global lainnya.
Persaingan ini memacu inovasi dalam hal model bisnis, seperti sistem pertukaran baterai (battery swapping), yang dianggap lebih praktis daripada pengisian daya di rumah bagi pengendara urban. Siapa pun yang berhasil mendominasi infrastruktur baterai dan menawarkan ekosistem yang paling nyaman akan memenangkan pasar motor listrik Asia Tenggara di masa depan.
Intisari: Motor listrik mendominasi Asia Tenggara karena masalah polusi dan insentif pemerintah; Pertarungan pasar terjadi antara merek lokal yang cepat beradaptasi dengan harga terjangkau dan raksasa internasional yang lambat, dengan fokus inovasi pada sistem pertukaran baterai (battery swapping).

