Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) bukan hanya pemindahan pusat administrasi; ini adalah upaya ambisius untuk menciptakan sebuah kota dari nol dengan filosofi “Kota Hutan Cerdas” (Smart Forest City). Desain IKN yang sangat berorientasi pada transportasi publik dan keberlanjutan dipastikan akan melahirkan sebuah budaya berkendara yang sama sekali baru, berbeda drastis dengan Jakarta.
IKN dirancang sebagai “kota 10 menit”, di mana 80% mobilitas akan didukung oleh transportasi umum dan pergerakan aktif (berjalan kaki dan bersepeda). Penggunaan kendaraan pribadi berbasis bahan bakar fosil akan sangat dibatasi, jika tidak dilarang sama sekali di area-area tertentu. Ini secara otomatis akan mengikis budaya “satu orang satu mobil” yang lazim di Jakarta.
Budaya baru yang akan muncul adalah “transit-oriented”. Warga akan lebih mengandalkan jadwal bus listrik otonom, pod transportasi personal, atau sepeda sewaan. Kepemilikan kendaraan pribadi mungkin akan bergeser dari kebutuhan primer menjadi pilihan gaya hidup, dengan preferensi mutlak pada kendaraan listrik (EV) karena infrastruktur pengisian daya akan menjadi standar.
Tidak akan ada lagi pemandangan kemacetan parah atau parkir liar. Sistem transportasi cerdas (Intelligent Transport System) akan mengatur lalu lintas secara real-time. Budaya berkendara akan lebih teratur, disiplin, dan senyap. Prioritas di jalan akan diberikan kepada pejalan kaki, pesepeda, dan angkutan massal, sebuah kebalikan total dari kondisi saat ini.
IKN bisa menjadi laboratorium sosial untuk budaya berkendara ideal di Indonesia. Jika berhasil, ia bisa menjadi cetak biru bagi kota-kota lain untuk bertransformasi. Namun, tantangannya adalah mengubah mindset para ASN dan penduduk baru yang pindah dari kota-kota lain, yang mungkin masih membawa kebiasaan berkendara lama mereka.

